Selasa, 10 Maret 2009
Mendeteksi Dinar Palsu
Beredarnya kembali dinar emas dan dirham perak merupakan salah satu tanda kebangkitan Islam, melalui jalur yang haq dengan hadirnya amirat-amirat. Perlu kita waspadai kemungkinan pemalsuan koin-koin tersebut.
Pemalsuan koin dinar emas dan dirham perak pada zaman dahulu lazimnya dilakukan oleh orang Yahudi dan orang Zindiq, untuk mengeruk keuntungan dengan cara bathil, yang oleh ulama Salaf disebut dinar-dirham magsyusah. Kini pemalsuan bisa dilakukan oleh siapa saja, yang berniat menipu dengan menggunakan teknologi terkini.
Dinar dirham yang beredar di Indonesia dan di penjuru dunia mengikuti standar WITO. Dinar adalah emas 91,7% dengan berat 4,25 gram dan diameter 23 mm, dan dirham adalah perak 99,9% dengan berat 2,975 gram dan diameter 25 mm. Koin dinar emas dan dirham perak yang diedarkan di Indonesia, dicetak dan dipesan oleh Islamic Mint yang saat ini otoritasnya berada di bawah Amirat Indonesia. Saat ini distribusinya dilaksanakan oleh Wakala Induk Nusantara (WIN), sesudah koin secara amanah ditimbang dan di uji kadar ulang di laboratorium di bawah pengawasan seorang Amir. Maka dinar emas dan dirham perak yang tidak diawasi secara syar'i diperlakukan sebagai barang perhiasan, atau disebut medal, dan boleh ditolak oleh muhtasib di pasar.
Untuk mengetahui keaslian koin kita dengan mudah kita dapat mendeteksinya melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Melihat relief koin dengan kaca pembesar, Luv 10x. Cetakan koin yang asli dibuat secara tempa (struck) sehingga hasilnya sangat jelas timbul. Sedangkan koin palsu dibuat pada umumnya dengan cara dicor (casted) maka hasil yang didapat kurang timbul, bahkan blobor. Pada koin palsu sering kali nampak lubang-lubang kecil bekas gelembung udara, yang disebabkan oleh pembakaran yang tidak sempurna. Kalaupun dibuat dengan meniru koin asli yang dipindai ulang, dan ditempa, jelas akan terlihat spektrum relief yang tinggi rendahnya berbeda dengan aslinya. Karena pada proses stamping digunakan matris yang tidak sah yang dibuat oleh si penipu. Hasil karya tiap coinage engraver berbeda-beda, dan mempunyai ciri khas seperti halnya pelukis di atas kanpas.
2. Perhatikan mint mark atau tanda cetak pada koin dengan luv 10x. Sebab setiap stamping yang terlalu sering, matris menjadi cepat tumpul dan harus diganti agar menghasilkan koin yang berkualitas. Biasanya tiap regenerasi minting, mint master memberikan ciri-ciri khusus agar koin buatannya tidak mudah dipalsukan. Biasanya berupa inisial, gambar tersamar atau kode.
3. Perhatikan gerigi tepi koin. Ada bermacam-macam gerigi tepi koin yaitu: bergerigi lurus (reeded edge), bergerigi miring (milled edge atau oblique edge), berbentuk tulisan (lettering), baik yang berbentuk tulisan timbul (raise lettering) maupun yang berbentuk tulisan dalam (intaglio lettering), atau berbentuk rantai (chain edge). Luv dapat anda beli di toko buku, toko numismatik, atau toko alat-alat emas.
4. Mengukur diameter koin dengan sigmat atau lubang pengukur koin. Apabila mengukur dengan sigmat, maka harus dilakukan lebih hati-hati karena dapat merusak koin - tergores. Yang lebih aman dan praktis dengan lubang pengukur. Lubang pengukur koin dapat dibeli di toko numismatik.
5. Menimbang dengan timbangan emas. Standar berat koin asli sangat berbeda dengan berat koin palsu. Sebagai contoh: koin perak zaman Belanda 1 gulden beratnya 10 gram, maka bila ditemukan berat yang menyimpang, misalnya 10,12 gram sudah jelas koin ini palsu. Atau bila ditemukan berat 9,85 gram juga bisa dianggap palsu, meskipun terjadi pada koin asli yang dikikis dengan sengaja. Karena dalam kondisi wajar, koin emas-perak dengan diameter 23-27 mm, yang berpindah tangan sampai 1000x tidak akan kehilangan beratnya. Bahkan bertambah berat dengan timbunan garam keringat yang menempel pada koin, tetapi bobotnya bertambah tidak melebihi 0,05 gram. Bila dicuci dengan pasta gigi atau larutan asam yang diperbolehkan, beratnya akan kembali normal. Kalaupun koin tergesek dengan koin lainnya di kantong yang berguncang, secara wajar sampai 120x akan kehilangan beratnya 0,01 gram, maka apabila koin telah kehilangan beratnya 0,08 gram dianggap sebagai koin lancung.
6. Menguji berat jenis, yaitu dengan uji timbang kering dan timbang basah. Apabila anda tidak memiliki peralatannya cukup dibawa ke laboratorium di Wakala Induk Nusantara (WIN), Wakala IMN (Bandung) atau Wakala Ribat (Jakarta), atau ke tempat lain yang dapat dipercaya.
penulis : Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
sumber : www.wakalanusantara.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar