Selasa, 17 Maret 2009

BPIH Turun (Lagi) 12% - Tahun 2020 Tinggal 9.9 Dinar

Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa persoalan sesungguhnya bukan terletak pada biaya penyelenggaraan haji itu sendiri, sebagaimana dengan biaya untuk kegiatan apa pun, melainkan pada mata uang yang digunakannya. Pembiayaan BPIH, juga untuk biaya keperluan apa pun lainnya, bila dilakukan dengan mata uang dinar emas, tidak akan pernah mengalami perubahan. Dinar emas selalu membuktikan dirinya sebagai mata uang dengan inflasi 0%

Walau belum jadi keputusan resmi, ancar-ancar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2008 telah disampaikan oleh Menteri Agama Maftuh Basyuni dalam rapat kerja dengan, dan disetujui oleh, Komisi VIII DPR, 2 April lalu. Dibandingkan dengan BPIH tahun lalu BPIH 2008 rata-rata naik 500.86 dolar AS atau Rp 4,6 juta. harian Republika (Avtur Dongkrak Biaya Haji, Kamis, 3 April 08, hal. 1) juga menyajikan tabel BPIH tahun 2005-2008, lengkap untuk tiga zonasi. Pengumuman ini membuktikan bahwa kenaikan biaya haji selalu rutin terjadi setiap tahunnya, baik dalam mata uang rupiah maupun dolar AS. Jelas bahwa beban calon jemaah haji semakin berat, dan upaya menabung yang umumnya harus kita lakukan pun, semakin berat pula.

Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa persoalan sesungguhnya bukan terletak pada biaya penyelenggaraan haji itu sendiri, sebagaimana dengan biaya untuk kegiatan apa pun, melainkan pada mata uang yang digunakannya. Pembiayaan BPIH, juga untuk biaya keperluan apa pun lainnya, bila dilakukan dengan mata uang dinar emas, tidak akan pernah mengalami perubahan. Dinar emas selalu membuktikan dirinya sebagai mata uang dengan inflasi 0%. Perhatikanlah perbandingan perkembangan BPIH dalam tiga mata uang berbeda, yaitu rupiah, dolar AS, dan dinar emas, yang diolah dari tabel di HU Republika tersebut di atas. Untuk menyederhanakan data yang disajikan di sini hanyalah untuk BPIH dalam satu zonasi, yakni Zona II (Jakarta, Surabaya dan Solo), yang berada di zona tengah.

Tabel 1 di bawah ini menyajikan data BPIH (2005-2008) tersebut yang menunjukkan, bila dihitung dengan flat, ongkos naik haji dalam rupiah selalu mengalami kenaikan rata-rata 9% dan dalam dolar AS rata-rata naik 6.25% setiap tahunnya. Berkebalikan halnya bila biaya haji didenominasikan dengan dinar emas. Dari tabel yang sama terlihat bahwa BPIH dalam empat tahun terakhir ini, dalam denominasi dinar emas, secara flat turun rata-rata 10.25%. Jadi, ongkos naik haji, dari tahun ke tahun, menjadi semakin murah.

Dalam angka absolutnya BPIH 2005 dalam dinar emas adalah 46 dinar, turun menjadi 34 dinar (2006), turun lagi menjadi 31 dinar (2007), dan turun lagi menjadi 27 dinar untuk 2008 ini. Tingkat penurunannya berturut-turut adalah 26%, 8%, dan 12%. Perbedaan biaya dalam rantang empat tahun, antara 2005 dan 2008, menunjukkan penurunan BPIH dalam dinar sebesar 41% (dari 46 dinar/2005 ke 27 dinar/2008)! Sementara dalam rupiah justru naik 36% (dari Rp 23.2 juta ke Rp 31.6 juta), dan dalam dolar AS naik 25% (dari 2.730 dolar AS ke 3.430 dolar AS).

Proyeksi ke Depan
Dengan pengalaman empiris di masa lalu di atas maka kita dapat membuat suatu proyeksi ke depan. Untuk meningkatkan keakuratan dan ketepatan proyeksi kita data empiris BPIH di masa lalu yang digunakan di sini diperpanjang, tidak hanya terbatas sampai pada tahun 2005, tapi sampai tahun 2000. Proyeksinya sendiri akan dilakukan untuk masa dua belas tahun ke depan, untuk rentang waktu 2008-2020. Perhitungan tetap dilakukan dalam tiga jenis mata uang yaitu rupiah, dolar AS dan dinar emas, sekaligus untuk membandingkan ketiganya.

Kita awali proyeksi kita dengan berpatokan pada BPIH 2008 (Zona II saja) sebagaimana yang telah disepakati oleh Menteri Agama RI dan Komisi VIII DPR tersebut di atas, yaitu 3.429.6 dolar AS, tanpa memperhitungkan biaya tambahan untuk komponen domestik (dengan nilai Rp 501 ribu). Dengan kurs saat ini, ambillah Rp 9.200/dolar AS, maka dalam rupiah BPIH 2008 adalah Rp 31.552.320. Dalam dinar emas, dengan kurs saat ini 127 dolar AS/dinar, BPIH 2008 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hanya 27 dinar emas. Sebagai patokan empiris ke belakang kita ambil data tahun 2000, yaitu dengan BPIH dalam rupiah sebesar Rp 22.799.635, dalam dolar AS sebesar 2.682 dolar, dan dalam dinar emas sebesar 71 dinar. Dengan perhitungan flat kenaikan tahunan rata-rata BPIH dalam rupiah (dalam rentang 8 tahun terakhir, 2000-2008 ini) adalah 5%, dalam dolar AS 3.5%, dan dalam dinar emas adalah � (minus) 8%.

Dengan menggunakan data-data ini maka secara lengkap kita dapatkan proyeksi BPIH ke depan sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2. Kita ambil saja tiga titik waktu di depan, yakni tahun 2010, 2015, dan 2020. Dalam rupiah kita akan dapatkan angka-angka BPIH sebesar Rp 34.8 juta (2010), Rp 44.4 juta (2015), dan akan menjadi Rp 56.7 juta (2020). Dalam dolar AS kita peroleh BPIH sebesar 3.639 dolar (2010), lalu 4.218 dolar (2015), dan akan menjadi 4.890 dolar (2020). Keduanya terus naik, meski dengan slope berbeda. Dalam dinar, sebaliknya, kita akan peroleh BPIH yang terus-menerus semakin murah secara signifikan, yakni 22.9 dinar (2010), lalu jadi 15.1 dinar (2015), dan turun lagi menjadi hanya 9.9 dinar (2020).

Penting untuk dimengerti proyeksi di atas diperoleh dengan asumsi keadaan adalah �normal�, dan dengan data yang sangat konservatif. Tetapi, sebagaimana saat ini kita dengar dari para pemegang otoritas moneter internasional, termasuk IMF, Bank Dunia, dan Federal Reserve AS, situasi ekonomi dunia semakin dibayangi oleh krisis besar. Keadaan empiris sejak Oktober 2007 lampau, yang dimulai dengan krisis kredit perumahan di AS, lalu gejolak harga minyak dan pangan dunia, disusul dengan gonjang-ganjingnya pasar saham, membuat mereka mengatisipasi kemungkinan terburuk. Sebaliknya dengan dinar emas, marilah kita songsong kemungkinan terbaiknya.

Ini bukti awalnya: September 2007 kurs dinar adalah Rp 880.000/dinar, saat ini sekitar Rp 1.200.000/dinar. Dinar emas telah menguat 34% dalam kurun 6 bulan terakhir, dan 200% dalam 8 tahun terakhir (kurs dinar tahun 2000 adalah Rp 400 ribu). Jadi, secara riel BPIH 2008 (Rp 31.6 juta) ini pun sesungguhnya hanya setara dengan nilai Rp 10.8 juta tahun 2000. Allahu Alim.
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
www.wakalanusantara.com Baca Selengkapnya..

Senin, 16 Maret 2009

Muslihat Uang Kertas

Urwah, salah seorang Sahabat Rasul, sallalahu alayhi wa sallam, meriwayatkan bahwa ia diberi uang satu dinar untuk membeli seekor domba. Tapi dengan uang itu Urwah berhasil memperoleh dua ekor. Maka ia menjual salah satunya senilai satu dinar dan membawa seekor yang lain, beserta sekeping dinarnya, kepada Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, . Atas kecerdikan Urwah tersebut Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam, memintakan berkah Allah , subhanahu wa ta’ala, atasnya, dan menyatakan bahwa “Ia akan menjadi seseorang yang selalu mendapatkan laba bahkan bila ia berdagang debu sekalipun, “ (HR Bukhari).

Nilai satu dinar emas saat ini setara dengan sekitar Rp 1.4 juta, yang di Jakarta dapat dibelikan 1-2 ekor domba. Jadi, selama lebih dari 1400 tahun nilai tukar sekeping dinar tidak berubah. Sebaliknya, nilai jual seekor domba, juga tidak berubah. Jual beli domba, atau komoditas apa pun, dengan dinar emas tidak menyertakan inflasi. Dengan kata lain yang terjadi sepanjang zaman ini bukan harga komoditas yang naik, melainkan nilai uang kertas yang terus merosot..

Dengan menggunakan dinar emas kita melepaskan kaitan antara komoditas dan uang kertas. Dengan memakai dinar kita kembalikan hubungan fitrah antarkomoditas. Kita ambil contoh lain antara minyak dan emas. Akan kita buktikan, antara keduanya, tidak terjadi pergeseran nilai tukar. Inflasinya 0%. Kalau terjadi pergeseran karena faktor alamiah, kelangkaan atau kelebihan pasok, dalam waktu segera akan mengalami keseimbangan baru, sesuai fitrah. Dengan intervensi uang kertas, sebagai pengganti salah satu komoditas yang dipertukarkan, dengan nilai nominal yang dipaksakan oleh hukum manusia, rusaklah fitrah supply-demand ini.

Lihatlah harga minyak mentah (Indonesia) yang terus naik dalam lima tahun terakhir, sejalan dengan ’krisis minyak’ saat ini, dari 37.58 dolar AS (2004) menjadi 53.4 dolar AS (2005), menjadi 64.29 dolar AS (2006), menjadi 72.36 dolar AS (2007), dan terakhir melonjak menjadi 95.62 dolar AS/barel (2008). Kenaikannya adalah 154% (dari 37.58 menjadi 95.62 dolar AS/barel). Secara flat kenaikan rata-rata harga minyak mentah Indonesia per tahunnya (dalam dolar AS) adalah 38.5%.

Sementara itu, kurs dinar emas sendiri dari tahun ke tahun juga terus naik. Pada tahun 2004 satu dinar adalah 54 dolar AS, menjadi 60 dolar AS (2005), berikutnya (2006) menjadi 85 dolar AS, lalu 95 (2007), dan saat ini (2008) menjadi 127 dolar AS, sebelum kembali turun ke 117 dolar AS (Mei 2008). Awal Februari 2009 nilai tukar dinar mencapai 121 dolar AS dan dalam rupiah melewati angka Rp 1.460.000. Jadi, dinar emas sendiri mengalami apresiasi cukup besar, meskipun lebih rendah dari kenaikan harga minyak mentah, yaitu 135% (dari 54 dolar AS menjadi 117 dolar AS/dinar). Rata-rata apresiasi dinar emas per tahun, dalam periode ini, adalah 29.16%, terpaut sekitar 9% dari rata-rata kenaikan harga minyak mentah Indonesia di atas.

Sekarang kita lihat harga minyak mentah ini dalam periode yang sama dalam dinar emas. Pada 2004 harga minyak mentah Indonesia adalah 0.7 dinar emas/barel, yang sesudah mengalami kenaikan lumayan tinggi setahun kemudian (2005) yakni 28%, menjadi 0.9 dinar emas/barel, kembali turun 11% setahun kemudian (2006) menjadi 0.76 dinar emas/barel. Dalam kurun tiga tahun terakhir (2006-2008), ketika situasi sangat tidak stabil – yang selalu ditampilkan kepada kita sebagai ’krisis’ – harga minyak dalam dinar emas justru sangat stabil, tidak beranjak dari 0.76 dinar emas/barel. Dalam periode ini harga minyak mentah dalam dolar AS naik secara drastis, sekitar 49%! (dari 64.29 ke 95.62 dolar AS/barel), dalam dinar emas tidak berubah alias kenaikannya 0%! Memasuki tahun 2009 harga minyak mentah dunia kembali turun drastis, tetapi dinar emas justru masih naik. Dalam dolar harga minyak mentah turun dari 92.62 dolar ke tingkat sekitar 43 dolar AS atau 55%.
Kalau diukur dengan dinar emas maka harga minyak mentah internasional saat ini sekitar 0.35 dinar/barel, turun dari posisi 0.82 dinar/barel. Angka penurunannya hampir persis sama dengan penurunannya dalam dolar AS, yakni 54-55%.

Untuk kurun waktu yang lebih panjang dan dalam perbandingan dengan komoditi yang jauh lebih luas cakupannya hadits Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, di atas telah pula dibuktikan secara ilmiah oleh Prof. Roy Jastram, dalam bukunya The Golden Constant, bahwa selama sekitar 500 tahun (1560-1997) nilai tukar emas atas komoditas adalah konstan. Yang ada adalah nilai uang kertas yang terus merosot, menuju kepada asalnya sebagai selembar kertas tak bernilai.

Maka, awaslah, uang kertas adalah tipu muslihat riba belaka! Kembalilah kepada dinar emas dan dirham perak

penulis : Zaim saidi Baca Selengkapnya..

Kamis, 12 Maret 2009

Devaluasi Rupiah dan Prospek Dinar-Dirham

Keterpurukan rupiah terhadap dolar AS mendorong sebagian masyarakat kita melirik mata uang dinar dan dirham. Hal yang dapat dipahami. Sebab melemahnya rupiah bukan hanya mendestabilkan masalah ekonomi makro dan mikro, tapi membuat masyarakat dari berbagai lapisan harus menelan pil pahit akibat devaluasi rupiah. Harga berbagai jenis barang dan jasa naik antara 2,5 hingga 30 persen.

Lalu, apakah penggunaan mata uang dinar yang berbahan utama emas 22 karat dan dirham yang berbahan utama perak dapat menyelamatkan destruksi rupiah? Secara empirik, dinar dan dirham belum pernah menyulitkan negara dan bangsa yang menggunakannya. Dan secara teoritik --hal ini yang jauh lebih menarik-- dinar dan dirham terbebas dari tindakan spekulatif dan inflasi, bahkan tindakan pemalsuan.

Dinar dan dirham tak bisa dimainkan sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Celah memperdagangkannya memang masih ada. Tapi ketiadaan margin dari transaksinya membuat ketidakmauan para spekulan di manapun. Inilah makna utama mendasar keseimbangan nilai intrinsik dengan nilai nominal pada dinar dan dirham.

Layak dilirik
Mencermati keunggulannya, dinar dan dirham layak kita lirik lebih jauh untuk digunakan sebagai alat transaksi dan sebagai penambah mata uang yang berlaku seperti halnya Saudi Arabia yang tetap memberlakukan real, di samping dinar dan dirham. Sebuah renungan yang perlu dijawab, bagaimana prospek persebaran dinar dan dirham? Ada dua variabel yang perlu kita sorot. Variabel pertama, cukup memberi harapan konstruktif. Dalam perspektif kepentingan nasional Indonesia, dinar dan dirham punya prospek yang cukup cerah. Dilandasi jumlah populasi masyarakat Muslim dan pengalaman pahit devaluasi rupiah terhadap dolar yang merusak sendi ekonomi makro dan mikro, maka kecil kemungkinan terjadi penolakan.

Dalam perspektif regional, baik wilayah Asia Tenggara atau Timur Tengah, kita saksikan jumlah populasi yang lebih fantastik. Bagaimanapun, jumlah 755.366.031 jiwa untuk seluruh penduduk Timur Tengah adalah angka yang sangat gemuk, menjanjikan, dan prospektif jika digarap serius. Tingkat permintaan dinar dan/atau dirham akan jauh lebih ''hiperbolik'' jika dikaitkan dengan kegiatan perdagangan luar negerinya (ekspor-impor). Menurut data Islamic Development Bank (IDB), sekadar data pendukung sampai menjelang tahun 2000-an saja, volume ekspor seluruh negara-negara Islam anggota IDB mencapai 377,9 miliar dolar AS, sedangkan impornya mencapai 382,2 miliar dolar AS.

Mata uang tunggal
Satu hal yang cukup menarik dicatat, pendayagunaan dinar dan dirham secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan tunggal terhadap dolar AS. Makna reflektifnya adalah akan semakin kecilnya kemungkinan negara-negara pengguna dinar dan dirham setiap saat digoyang produsen dolar AS, juga para fund manager --yang sejauh ini terus malakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri.

Kian mengecilnya ketergantungan terhadap dolar AS --dengan demikian-- akan berkorelasi konstruktif terhadap upaya stabilisasi ekonomi makro dan mikro. Inilah spirit perlindungan kebangsaaan terhadap kepentingan nasional yang seharusnya menjadi warna baru nasionalisme saat ini.

Jika kita tengok ke belahan lain (negara-negara Eropa), tampaknya spirit menjaga stabilitas ekonomi makro itulah yang akhirnya menyepakati mata uang euro. Euro adalah jawaban konstruktif atas ketergantungan tunggal terhadap dolar AS. Kita perlu mencatat, meski dolar masih berlaku sebagai salah satu alat transaksi di belahan Eropa, tapi munculnya euro mampu mengurangi secara signifikan kedigdayaan dolar.

Eropa mampu memberlakukan euro. Mampukah negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim memberlakukan dinar atau dirham? Sikap politik ini sebagai variabel kedua tidak mudah. AS sebagai produsen dolar akan merasa terlecehkan citra nasionalnya jika negara-negara Islam bergerak merapatkan barisan demi kesatuan mata uang.

Jika sang adidaya AS tersinggung, ia tak akan diam. Ia akan mengabaikan hak demokrasi masing-masing negara --termasuk dalam hal penggunaan mata uangnya-- dengan menggencarkan sejumlah rekayasa destruktif. Salah satunya --atas nama kelestarian lingkungan dan sejumlah dalih taktis lainnya-- AS akan memberlakukan sejumlah prosedur yang akan mempersulit kepentingan para eksportir asal negara-negara bermata uang dinar-dirham baru.

Mencermati reaksi AS ini, sebuah pertanyaan yang harus dijawab adalah mampukah negara-negara yang siap memberlakukan dinar-dirham ini mengurangi ketergantungan tunggal ekspornya ke AS? Secara objektif, tantangan itu tidak mudah dijawab karena sudah menikmati sekian lama manisnya ekspor ke belahan AS. Dan bagi negara-negara Islam itu sendiri pun --sangat boleh jadi-- tak rela memutuskan hubungan ekspor ke AS.

Sekadar data, komunikasi bisnis mereka ke negara-negara industri termasuk ke AS mencapai 210,7 miliar dolar AS. Angka yang fantastik ini --secara bisnis ataupun psikologis-- akan membuat dirinya terus terjerat dan sulit keluar dari ketergantungannya. Namun demikian --sebagai refleksi kuatnya nasionalisme dalam arti luas-- para kepala pemerintahan dari negara-negara Islam ataupun para pebisninya perlu mencari pasar baru, misalnya di belahan Eropa sebagai alternatif negara tujuan ekspor.

Jika perlu, antarnegara Islam itu sendiri menciptakan ikatan hubungan ekspor-impor. Barangkali, sudah saatnya, negara-negara Islam membangun ''Pasar Bersama Dunia Islam'' di mana masing-masing dipersilakan mengeksplorasi keberadaan pasar bersama itu secara konstruktif. Hingga menjelang tahun 2000-an, hubungan bisnis antarnegara Islam --boleh jadi karena belum ada Pasar Bersama Dunia Islam-- hanya tercatat 35,9 miliar dolar AS (ekspor) dan hanya 39,4 miliar dolar AS (impor). Sebuah catatan yang cukup memprihatinkan dalam konteks kerja sama ekonomi dan bisnis antarnegara Islam.

Kita berasumsi, pengalihan tujuan ekspor berhasil diwujudkan. Atau -setidaknya-- Pasar Bersama Dunia Islam terealisasi. Akankah AS diam? Tetap. Ia akan bereaksi negatif. Instrumen pengereman melalui amputasi peluang ekspor akan ditindaklanjuti dengan manuver lain yang --bisa jadi-- lebih jauh dan sadis: politicking dalam bentuk mengacaukan situasi politik domestik.

Langkah yang dimainkan bukan penciptaan konflik bilateral dan bersifat langsung dengan AS, tapi rekayasa konflik internal, meski instrumen yang dimainkannya sektor moneter. Dari pintu moneter, akan memanas suhu politik sebagai akibat ketidakpercayaan publik terhadap negara yang tidak mampu mengatasi gejolak ekonomi dan moneter. Bisa juga, melalui aksi politik, yakni dukungan (keberpihakan) terhadap kekuatan separatis atau yang berpotensi besar untuk melakukan pemisahan diri dari Pusat.

Jika kita meneropong sejumlah manuver AS dengan berbagai trik-trik jahatnya, maka prospek pemberlakuan dinar-dirham tetap dipertanyakan, terutama jika diharapkan menjadi mata uang regional yang berlaku di negara-negara Islam, misalnya. Karenanya, agenda pemberlakuannya harus lebih realistis: memenuhi permintaan domestik, terutama dalam kerangka menjawab instabilitas ekonomi makro yang dampaknya memprihatinkan bagi kepentingan ekonomi mikro.

Dengan argumen nasionalisme baru ini, kiranya sang produsen dolar akan memberikan kelonggaran tertentu. Di sinilah --jika Pemerintah mengeluarkan regulasi (perizinan) penggunaan mata uang dinar-dirham yang sah sebagai alat transaksi-- maka persebarannya di Tanah Air akan terlihat. Pada akhirnya, persebaran luasnya akan ikut mengurangi inflasi yang selama ini terus membuntuti, juga tidak terombang-ambing oleh ulah para spekulan. Dan itulah kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional, sekaligus memperingan beban ekonomi masyarakat

ditulis oleh : Agus Wahid
Direktur Eksekutif The International Institute of Islamic Thought Indonesia (IIIT-I) Baca Selengkapnya..

Selasa, 10 Maret 2009

Mendeteksi Dinar Palsu


Beredarnya kembali dinar emas dan dirham perak merupakan salah satu tanda kebangkitan Islam, melalui jalur yang haq dengan hadirnya amirat-amirat. Perlu kita waspadai kemungkinan pemalsuan koin-koin tersebut.

Pemalsuan koin dinar emas dan dirham perak pada zaman dahulu lazimnya dilakukan oleh orang Yahudi dan orang Zindiq, untuk mengeruk keuntungan dengan cara bathil, yang oleh ulama Salaf disebut dinar-dirham magsyusah. Kini pemalsuan bisa dilakukan oleh siapa saja, yang berniat menipu dengan menggunakan teknologi terkini.

Dinar dirham yang beredar di Indonesia dan di penjuru dunia mengikuti standar WITO. Dinar adalah emas 91,7% dengan berat 4,25 gram dan diameter 23 mm, dan dirham adalah perak 99,9% dengan berat 2,975 gram dan diameter 25 mm. Koin dinar emas dan dirham perak yang diedarkan di Indonesia, dicetak dan dipesan oleh Islamic Mint yang saat ini otoritasnya berada di bawah Amirat Indonesia. Saat ini distribusinya dilaksanakan oleh Wakala Induk Nusantara (WIN), sesudah koin secara amanah ditimbang dan di uji kadar ulang di laboratorium di bawah pengawasan seorang Amir. Maka dinar emas dan dirham perak yang tidak diawasi secara syar'i diperlakukan sebagai barang perhiasan, atau disebut medal, dan boleh ditolak oleh muhtasib di pasar.


Untuk mengetahui keaslian koin kita dengan mudah kita dapat mendeteksinya melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Melihat relief koin dengan kaca pembesar, Luv 10x. Cetakan koin yang asli dibuat secara tempa (struck) sehingga hasilnya sangat jelas timbul. Sedangkan koin palsu dibuat pada umumnya dengan cara dicor (casted) maka hasil yang didapat kurang timbul, bahkan blobor. Pada koin palsu sering kali nampak lubang-lubang kecil bekas gelembung udara, yang disebabkan oleh pembakaran yang tidak sempurna. Kalaupun dibuat dengan meniru koin asli yang dipindai ulang, dan ditempa, jelas akan terlihat spektrum relief yang tinggi rendahnya berbeda dengan aslinya. Karena pada proses stamping digunakan matris yang tidak sah yang dibuat oleh si penipu. Hasil karya tiap coinage engraver berbeda-beda, dan mempunyai ciri khas seperti halnya pelukis di atas kanpas.

2. Perhatikan mint mark atau tanda cetak pada koin dengan luv 10x. Sebab setiap stamping yang terlalu sering, matris menjadi cepat tumpul dan harus diganti agar menghasilkan koin yang berkualitas. Biasanya tiap regenerasi minting, mint master memberikan ciri-ciri khusus agar koin buatannya tidak mudah dipalsukan. Biasanya berupa inisial, gambar tersamar atau kode.

3. Perhatikan gerigi tepi koin. Ada bermacam-macam gerigi tepi koin yaitu: bergerigi lurus (reeded edge), bergerigi miring (milled edge atau oblique edge), berbentuk tulisan (lettering), baik yang berbentuk tulisan timbul (raise lettering) maupun yang berbentuk tulisan dalam (intaglio lettering), atau berbentuk rantai (chain edge). Luv dapat anda beli di toko buku, toko numismatik, atau toko alat-alat emas.

4. Mengukur diameter koin dengan sigmat atau lubang pengukur koin. Apabila mengukur dengan sigmat, maka harus dilakukan lebih hati-hati karena dapat merusak koin - tergores. Yang lebih aman dan praktis dengan lubang pengukur. Lubang pengukur koin dapat dibeli di toko numismatik.

5. Menimbang dengan timbangan emas. Standar berat koin asli sangat berbeda dengan berat koin palsu. Sebagai contoh: koin perak zaman Belanda 1 gulden beratnya 10 gram, maka bila ditemukan berat yang menyimpang, misalnya 10,12 gram sudah jelas koin ini palsu. Atau bila ditemukan berat 9,85 gram juga bisa dianggap palsu, meskipun terjadi pada koin asli yang dikikis dengan sengaja. Karena dalam kondisi wajar, koin emas-perak dengan diameter 23-27 mm, yang berpindah tangan sampai 1000x tidak akan kehilangan beratnya. Bahkan bertambah berat dengan timbunan garam keringat yang menempel pada koin, tetapi bobotnya bertambah tidak melebihi 0,05 gram. Bila dicuci dengan pasta gigi atau larutan asam yang diperbolehkan, beratnya akan kembali normal. Kalaupun koin tergesek dengan koin lainnya di kantong yang berguncang, secara wajar sampai 120x akan kehilangan beratnya 0,01 gram, maka apabila koin telah kehilangan beratnya 0,08 gram dianggap sebagai koin lancung.

6. Menguji berat jenis, yaitu dengan uji timbang kering dan timbang basah. Apabila anda tidak memiliki peralatannya cukup dibawa ke laboratorium di Wakala Induk Nusantara (WIN), Wakala IMN (Bandung) atau Wakala Ribat (Jakarta), atau ke tempat lain yang dapat dipercaya.
penulis : Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
sumber : www.wakalanusantara.com Baca Selengkapnya..

Jumat, 06 Maret 2009

Tentang Dinar Dirham


1. Apa Dinar dan Dirham itu?
Dinar Islam adalah koin yang terbuat dari emas berkadar 22 karat (91,70%) dengan berat 4,25 gram. Dirham Islam adalah koin yang terbuat dari logam perak murni dengan berat 3 gram.

2. Apa kegunaan Dinar dan Dirham?
Dinar dan Dirham berguna sebagai alat pembayaran zakat agar sesuai rukun zakat sebagaimana diwajibkan dalam syariah dan sunnah, juga dapat digunakan sebagai tabungan dan investasi, sebagai alat tukar atau mata uang, serta sebagai mahar, serta sedekah atau hadiah.

3. Apa keuntungan menggunakan Dinar dan Dirham?
Keuntungan utamanya adalah kembali menunaikan Muamalat dan membayar zakat sebagaimana diwajibkan dalam syariah dan sunnah serta menggunakan alat tukar yang halal. Harta anda juga akan terselamatkan dari gerogotan inflasi. Ketika nilai tukar mata uang kertas anda terus merosot, nilai dinar emas anda akan terus meningkat. Pada 2003 (per Oktober) nilai tukar Dinar adalah Rp. 450.000, 2005 jadi Rp. 652.000, 2006 jadi Rp.785.000, 2007 jadi Rp. 947.000 dan pada 2008 nilai tukar Dinar telah melewati Rp. 1.200.000. Apresiasi Dinar emas per tahunnya adalah sekitar 25%.

4. Siapa yang mencetak Dinar?
Dinar dan Dirham dicetak oleh Islamic Mint di berbagai kota di dunia, di Indonesia berada dibawah Amirat Jakarta. Pencetakan Dinar dan Dirham sendiri secara fisik dilakukan oleh PP Logam Mulia Indonesia, anak perusahaan PT. Aneka Tambang, sebuah BUMN. Standar Dinar dan Dirham ini mengikuti ketentuan dari WITO (World Islamic Trading Organization).

5. Berapa nilai tukarnya?
Nilai tukar dinar dan Dirham mengikuti harga pasar emas dan perak dunia yang berlaku pada saat transaksi, ditambah dengan sedikit ongkos cetak dan biaya distribusi. Nilai tukar Dinar bisa diketahui di www.wakalanusantara.com atau http://tri-wakalaalbanadinardirham.blogspot.com setiap harinya, atau menelpon ke no 021 27157654

6. Apakah Dinar bisa ditukar kembali?
Dinar bisa ditukar kembali di wakala-wakala yang terdekat dengan anda, termasuk wakala albana. Wakala akan menukar Dinar dari anda senilai nilai tukar koin saat ini, dengan dikenai service fee sebesar 4%.
dengan kata lain Dinar anda akan dinilai kembali setara 96% dari nilai dinar pada saat transaksi Baca Selengkapnya..

Kamis, 05 Maret 2009

DEPOSITO VS DINAR

mungkin masih banyak sekali masyarakat di indonesia ini yang belum mengetahui koin emas bernama dinar. koin yang begitu berharga dibandingkan mata uang kertas,(rupiah, yen, dollar,etc). bagaimana tidak, hari ini saja, dikantorku, prang di ruangan ku sama sekali blm tahu dinar, baik dalam kaca mata investasi maupun sebagai mata uang. ketika saya jalaska tentang fenomena dinar, mereka seakan terbelalak dengan dinar. bahkan ada argumen mereka."lebih menguntungkan dinar dari pada deposito". lalu saya mencoba memberikan ilustrasi, diawal tahun 2008 kita sama-sama manaruh uang, 50 juta deposito, 50 juta berbentuk dinar. dan kita lihat bagaimana perubahannya ketika akhir tahun 2008 sama-sama kita cairkan dengan nilai rupiah. taruh saja suku bunga bank saat itu 10% maka dari 50 juta ada kelebihan akibat bunga(saya menyebutnya RIBA.) sekitar 5juta, jadi total uang yang di terima pada akhir tahun 55 juta.dan harus kembali di kurangi inflasi saat mencairkan yaitu sekitar 12 %.sedangkan dinar pertambahan nilainya hampir 12.500.000 rupiah dengan kata lain kita bisa uangkan dinar dengan rupiah sekitar 62.500.000. di jamin bebas RIBA. lebih baik bukan..pada akhirnya mereka tertarik untuk berinvestasi ke dalam dinar.. dan tentunya kita terhindar dari Praktik RIBA. so..siapa yang akan menyusul menggunakan koin emas berbentuk DINAR...????
saatnya beraksi bukan hanya bicara... Baca Selengkapnya..

Minggu, 01 Maret 2009

Khamsa, Kembali Hadir

Mulai hari Senin, 2 Maret 2009 Wakala Induk Nusantara (WIN) kembali mencetak dan mengedarkan Dirham, dalam bentuk pecahan Khamsa (5 Dirham).

Dengan makin aktifnya transaksi menggunakan dinar dan dirham sebagai alat tukar, baik di kalangan anggota JAWARA (Jaringan Wirausahawan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) maupun kalangan lainnya, kebutuhan akan adanya koin dirham semakin terasa. Dirham diperlukan untuk transaksi-transaksi kecil dan sedang. Karena itu, mulai hari Senin, 2 Maret 2009 Wakala Induk Nusantara (WIN) kembali mencetak dan mengedarkan Dirham, dalam bentuk pecahan Khamsa (5 Dirham). Satuan koin Dirham yang lebih kecil, sementara ini, masih belum tersedia.

Sementara menunggu hadirnya koin 1 Dirham, kehadiran Khamsa sudah mulai dapat digunakan sebagai sarana lindung nilai dan alat pembayaran barter sukarela, baik oleh sesama anggota JAWARA, pemilik Titipan Badar dan m-Badar, maupun siapa saja yang menerimanya. Untuk masyarakat yang memerlukan koin Khamsa dapat menghubungi salah satu wakala terdekat.

Sehubungan dengan hal di atas, maka mulai Senin 2 Maret 2009, nilai tukar yang dikeluarkan oleh WIN untuk koin perak, akan mengacu kepada ketersediaan koin fisik yang ada, yaitu koin Khamsa (5 Dirham). Spesifikasi Khamsa mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh WITO (World Islamic Trading Organization), yang mengacu kepada standar baku dari Khalifah Umar ibn Khattab, yakni 5 x 2.975 gram perak murni, atau 14.875 gram perak murni.

Kita mohon kepada Allah, subhanahu wa ta'ala, agar kehadiran Khamsa menjadi gerbang awal kembalinya koin 1 Dirham dan agar niat serta amal kita senantiasa dijaga kelurusannya. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta�ala agar memudahkan pergerakan dirham dan khamsa dari tangan ke tangan, melalui perdagangan yang halal. Amin.
sumber :www.wakalanusantara.com Baca Selengkapnya..